Menkumham Jelaskan Soal Pasal Pidana Kumpul Kebo Dalam KUHP Baru. “Indonesia kini punya aturan resmi terkait kohabitasi alias Kumpul Kebo. Peraturan yang sempat diperdebatkan itu telah disahkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023.
JAKARTA, MEDIABUSER.COM – Indonesia kini punya aturan resmi terkait kohabitasi alias kumpul kebo . Peraturan yang sempat diperdebatkan itu telah disahkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.
Secara praktik, beleid ini mulai berlaku pada 2026 atau tiga tahun sejak ditetapkan Januari lalu.
“Jadi, KUHP ini berlaku 2 Januari 2026,” ujar Menteri Hukum dan HAM ( Menkumham ) Yasonna H. Laoly kepada awak media di Sanur, Denpasar, Kamis, 10 Agustus 2023. “Undang-undang mengatakan, dalam undang-undang itu masa masa transisi tiga tahun,” katanya.
Lantas bagaimana aturan terkait kohabitasi alias kumpul kebo dalam KUHP yang baru ini?
Salin-2-300-250 Untuk diketahui, kohabitasi atau kumpul kebo merupakan hidup bersama seperti suami istri di luar pernikahan.
Kumpulkan kebo berasal dari kata koempoel gebouw. Dalam Bahasa Belanda, gebouw bermakna bangunan atau rumah.
Kata Gebouw kemudian dipelesetkan menjadi kebo alias kerbau dalam Bahasa Jawa. Di Indonesia, kumpul kebo dianggap melanggar norma dan nilai.
Dalam KUHP baru, aturan terkait kumpul kebo terdapat pada Pasal 411 dan Pasak 412. Pasal 411 mengatur pidana soal perzinaan.
Sedangkan Pasal 412 tentang pidana terkait hidup bersama tanpa pernikahan. Pelaku perzinaan dan kohabitasi bisa diancam pidana.
Namun, masalah ini merupakan delik aduan. Pengaduannya pun dibatasi hanya oleh orang-orang yang paling terkena dampaknya.
Menurut Pasal 411, setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan.
Pelaku diancam dengan pidana penjara satu tahun atau pidana denda kategori II. Adapun denda kategori II sebagaimana diatur dalam Pasal 79 KUHP adalah setara Rp 10 juta.
Berikut bunyi Pasal 411 ayat (1):
“Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.”
Sedangkan menurut Pasal 412, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan merupakan tindakan pidana.
Pelaku dapat dikenai pidana penjara dan denda. Adapun hukuman kurungan yaitu maksimal 6 bulan sementara hukuman denda paling banyak kategori II alias setara Rp 10 juta.
“Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”
Pasal terkait kumpul kebo di KUHP baru itu sempat memicu kontroversi karena dinilai menyangkut ranah privasi. Namun, menurut Yasonna, pasal kohabitasi tidak dimaksudkan untuk itu.
Sebaliknya, menurutnya kohabitasi perlu diatur agar masyarakat tidak main hakim sendiri dan bebas menangkap pelaku kohabitasi.
“Kohabitasi yang dimaksudkan bukanlah kita juga bebas-sebebasnya menangkap orang, ada batasan, itu adalah delik aduan. Yang bisa mengadukan adalah orang tua, anak, istri, suami,” kata Yasonna Laoly .
Saat rancangan beleid ini diwacanakan pada 2018 lalu, muncul pula kekhawatiran bahwa pasal kumpul kebo akan berdampak negatif bagi sektor pariwisata yang bergantung pada kunjungan wisatawan mancanegara.
Menanggapi hal itu, menurut Yasonna, justru keberadaan regulasi ini bertujuan agar turis asing tidak khawatir dikriminalisasi jika menginap di hotel bersama pasangan tanpa ikatan pernikahan.
“Tidak ada hak kita masuk ke privasi orang. Ke dalam kamar orang-orang mengetok-ketok (pintu) orang lain,” katanya. (RED)