BREAKING NEWS

 


Dugaan Kasus Perundungan Anak di Rancailat, Kresek: P2TP2A dan Pemdes Kunjungi Rumah Korban


TANGERANG, MEDIA BUSER – Kasus dugaan perundungan anak kembali mencuat di Kabupaten Tangerang. Kali ini, seorang balita berusia 2 tahun di Desa Rancailat, Kecamatan Kresek, diduga menjadi korban perundungan (cyberbullying) melalui media sosial.

Menindaklanjuti laporan tersebut, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kecamatan Kresek, Kamsiah, bersama Sekretaris Desa Rancailat Robi dan jajaran Pemerintah Desa setempat, melakukan kunjungan langsung (home visit) ke rumah korban, Jumat (22/8).


“Kami melakukan home visit setelah mendapat informasi adanya dugaan perundungan di Desa Rancailat. Pertemuan dilakukan secara tertutup dengan pihak keluarga korban untuk menggali keterangan lebih lanjut. Laporan akan segera kami sampaikan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Tangerang,” jelas Kamsiah.


Korban adalah anak dari Itoh Masitoh, warga Rancailat. Itoh sebelumnya sudah melaporkan kasus tersebut ke Polresta Tangerang. Ia berharap, proses hukum berjalan transparan dan adil, mengingat perundungan tidak hanya menimpa anaknya, tetapi juga dirinya yang merasa direndahkan di ruang publik digital.


“Kami minta pelaku diproses hukum seadil-adilnya. Postingan itu berisi ejekan, kebohongan, yang menjatuhkan kehormatan kami dan foto saya serta anak saya yang kemudian menyebar luas. Meski ada yang dihapus, jejak digital sulit dihilangkan. Saya merasa malu, terhina, bahkan takut. Ini bentuk nyata pencemaran nama baik,” ungkap Itoh.


Kasus ini menunjukkan bahwa perundungan, baik secara langsung maupun di dunia maya, dapat berdampak serius terhadap korban, terlebih anak yang masih sangat kecil. P2TP2A Kecamatan Kresek menegaskan komitmennya untuk mendampingi korban dan memastikan hak-hak anak tetap terlindungi, sekaligus mendorong semua pihak agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial.


P2TP2A bersama Pemerintah Desa Rancailat mengimbau masyarakat agar tidak menormalisasi praktik perundungan, baik secara verbal maupun digital. Setiap anak berhak tumbuh tanpa rasa takut, terhina, dan terbebani oleh stigma sosial. 


Imron, R/TiMS



Posting Komentar