Pengangguran: Bukan Sekadar Angka, Melainkan Potensi Bom Waktu Sosial
Oleh: El Koko Hariyono, SH. Ketua Umum Forum Reporter dan Jurnalis Republik Indonesia (FRJRI)
JAKARTA, MEDIA BUSER – Setiap kali rilis data pengangguran diumumkan, publik disuguhi deretan angka dan persentase. Angka-angka itu sering dipandang sekadar statistik, padahal di baliknya tersimpan realitas sosial yang lebih rumit. Pengangguran tidak hanya menyangkut ketiadaan pekerjaan, tetapi juga menyentuh dimensi psikologis, sosial, bahkan keamanan publik. Minggu (10/8/2025)
Fenomena yang Multidimensi
Pengangguran adalah persoalan yang melampaui aspek ekonomi. Sosiolog Robert K. Merton melalui teori strain-nya menyebut bahwa ketika masyarakat memiliki tujuan yang diakui bersama—seperti kesejahteraan ekonomi—namun jalur resmi untuk mencapainya terbatas, sebagian individu akan mencari alternatif, termasuk yang melanggar hukum.
Fenomena ini dapat kita amati di berbagai kota besar: meningkatnya aktivitas kelompok-kelompok informal berisiko, seperti pungutan liar, penipuan daring, atau peredaran barang ilegal. Aktivitas tersebut tidak selalu lahir dari niat jahat yang direncanakan, melainkan sering merupakan reaksi terhadap keterbatasan kesempatan kerja yang sah.
Dampak Psikologis yang Menekan
Pengangguran berdampak langsung pada kondisi mental individu. Hilangnya rutinitas, menurunnya harga diri, dan ketidakpastian masa depan dapat memicu stres dan frustrasi. Dalam jangka panjang, tekanan psikologis ini bisa memengaruhi perilaku sosial, termasuk memunculkan kecenderungan mengambil risiko yang tinggi atau melanggar hukum demi bertahan hidup.
Tidak sedikit kasus kriminal kecil yang berawal dari kebutuhan ekonomi mendesak. Jika pola ini terjadi secara masif, ia dapat menjadi tantangan serius bagi keamanan dan ketertiban masyarakat.
Lingkaran Ketidakberdayaan
Sekali seseorang masuk ke dunia pekerjaan ilegal, keluar darinya bukan perkara mudah. Catatan hukum dan stigma sosial sering kali menjadi hambatan besar untuk kembali bekerja di sektor formal. Kondisi ini menciptakan lingkaran setan: individu terjebak dalam pekerjaan berisiko, sulit mendapatkan kesempatan baru, lalu tetap berada di jalur yang sama.
Lingkaran tersebut bukan hanya merugikan individu, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Potensi sumber daya manusia produktif terbuang sia-sia, sementara risiko sosial terus membayangi.
Strategi Pemecahan Masalah
Pengangguran tidak dapat diatasi hanya dengan menunggu pertumbuhan ekonomi. Diperlukan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai pihak:
Penciptaan Lapangan Kerja Baru – Mendorong investasi padat karya, mendukung pengembangan UMKM, dan memperluas sektor ekonomi kreatif.
Peningkatan Keterampilan – Program pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan industri sehingga lulusan siap kerja.
Penguatan Jaring Pengaman Sosial – Bantuan sementara yang cukup untuk menjaga ketahanan ekonomi sambil menunggu peluang kerja terbuka.
Keberhasilan strategi ini bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat.
Peran Media dan Kesadaran Publik
Media, termasuk para jurnalis, memiliki peran strategis dalam menyuarakan urgensi penanganan pengangguran. Liputan yang mendalam dan berbasis data dapat membantu masyarakat memahami bahwa pengangguran bukan hanya urusan individu, tetapi persoalan bersama yang memengaruhi stabilitas sosial.
Kesimpulan
Pengangguran adalah cermin dari kesehatan sosial suatu bangsa. Mengabaikan masalah ini berarti membiarkan potensi gangguan sosial tumbuh di bawah permukaan. Dengan memahami pengangguran secara utuh—baik dari sisi ekonomi, psikologis, maupun sosial—kita dapat menyusun kebijakan yang lebih efektif, tidak hanya untuk menyediakan pekerjaan, tetapi juga untuk menjaga keamanan dan masa depan masyarakat.
Jika langkah konkret tidak segera diambil, pengangguran dapat menjadi “bom waktu” yang suatu saat meledak dan mengganggu ketertiban publik. Namun, jika ditangani secara serius, ia justru dapat menjadi titik awal kebangkitan ekonomi dan sosial bangsa.
Imron, R. (Bocah Angon)- TIM DPP FRJRI